Masyarakat Enam Desa Harapkan Jembatan Penghubung

ABUNG PEKURUN - Masyarakat enam desa di Kecamatan Abung Pekurun, Lampung Utara (Lampura), mengharapkan adanya pembangunan jembatan penghubung antar desa. Karena letak enam desa yakni Desa Oganjaya, Nyapahbanyu, Sinargunung, Ogancampang, Campanggijul dan Sumbertani, berada di atas lereng pegunungan. Sedangkan untuk sampai di tiga desa yakni Pekurun, Pekurun Tengah dan Pekurun Udik harus melalui jembatan darurat yang terbuat dari kayu.
Selain jembatan masyarakat juga mengharapkan pembangunan jalan sejauh 2 km yang saat ini hanya dapat dilalui kendaraan roda dua saja, karena masih berupa jalan tanah. ”Jembatan dan jalan itu sangat penting sebagai akses penghubung antara desa-desa yang ada di kecamatan Abung Pekurun,” ujar Ahyat (28) warga Desa Pekurun Tengah saat ditemui di lokasi jembatan, kemarin (2/5).
Ditambahkan, jembatan terbuat dari kayu itu memiliki panjang sekitar 25 meter, dibangun oleh masyarakt setempat untuk kepentingan penyebrangan. Pembangunannya jembatan darurat dilakukan sejak 10 tahun lalu, namun demikian pada tahun 2005 mengalami kerusakan selanjutnya dilakukan perehapan dengan cara bergotong royong. ”Untuk pemeliharaan jembatan itu dilakukan pungutan seikhlasnya dari pengendara yang melintas,” terangnya seraya mengatakan jembatan jalan itu merupakan akses altenatif tercepat menuju enam desa itu.
Sementara itu kondisi jembatan itu sangat memprihatinkan terbuat dari potongan-potongan kayu dan bambu, yang jika dilintasi kendaraan akan menimbulkan jalan yang bergelombang. Di ujung jembatan ada dua orang penjaga yang bertugas meminta sumbangan yang hasilnya akan digunakan untuk memperbaiki jembatan itu jika mengalami kerusakan.” Kami hanya memungut bantuan seiklasnya dari masyarakat yang melintas, dana yang terkumpul akan alokasikan untuk pembelian peraltan jika jembatan itu mengalami kerusakan,” ujar Hasirin (60) dan Riki (24) dua orang yang berjaga di jembatan itu.
Menurutnya jembatan itu dibangun sejak 2005 lalu, dengan bantuan dana dari para donatur yang memberikan sumbangan seikhlasnya. Kemudian jembatan itu menyebrangi sungai yang merupakan salah satu dari sumber mata air yang masuk ke dalam bendungan wayrarem.” Sudah sejak diresmikan bendungan wayrarem tahun 1982 lalu, masyarakat selalu melintasi sungai itu untuk mencapai enam desa yang ada di pegunungan,” terangnya.
Diceritakan, awalnya masyarakat setempat melintasi sungai itu menggunakan perahu dan rakit kemudian perjalanan dilanjutken dengan berjalan kaki. Namun sejak tahun 2005 mulai dibangun jalan yang masih berupa tanah merah. Kemudian dibangun jembatan dengan dana seadanya.”Hingga saat ini jembatan itu masih terawat karena dijaga dan diperbaiki jika mengalami kerusakan,” lanjut Hasirin.
Ditambahkan, Riki jika turun hujan maka jalur itu akan sulit dilalui karena jalan menjadi licin. Sehingga seluruh masyarakat yang akan melintasi jalur itu harus ekstra berhati-hati. ”Selain medan jalan yang terjal juga masih berupa jalan tanah, tak jarag banyak yang terpeleset dan terbalik,” kata dia.
Camat Abungpekurun Ahmad Sodri, S.E, mengatakan jalan dan jembatan itu akan dianggarkan dalam tahun ini (2010, red) dan akan ditangani melalui program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) dengan leading sektornya pengerjaan program pembangunan itu Kodim 0412 dibantu masyarakat setempat. ”Jika di timbun rentang kendali jembatan akan lebih pendek dan akan menjadi 12 meter saja,” pungkasnya.

0 Responses